Pengendalian penyakit diabetes melitus harus dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan sepanjang hayat melalui pemberdayaan masyarakat, mengingat angka kesakitan dan komplikasi akibat diabetes terus meningkat. Diabetes bukan penyebab kematian utama, namun beban biaya kesehatan dan kecacatan yang ditimbulkan dapat menurunkan produktivitas bangsa.
"Untuk itu pengendalian diabetes melitus tidak hanya melibatkan masyarakat. Pengendalian diabetes juga melibatkan sejumlah organisasi profesi kesehatan agar gerakan pengendalian lebih masif dan tercapai hasil yang maksimal," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Joga Aditama, di Jakarta, Jumat (18/11).
Tujuan gerakan ini untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mewaspadai diabetes. Menurut WHO, jumlah diabetesi (penyandang diabetes melitus) di Indonesia akan meningkat signifikan pada 2030, jika tidak dikendalikan.
Menurut perhitungannya, jumlah diabetesi pada 2003 sebanyak 13.797.470 orang, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21.300.000 pada 2030. "Ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara nomor empat terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika," terangnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi diabetes melitus sevesar 1,1. Sementara itu, prevalensi faktor risiko diabetes melitus, antara lain prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT) yang bisa disebut prediabetes sebesar 10,2 persen.
Selain itu, Kemenkes juga mencatat jumlah penderita diabetesi pada anak meningkat signifikan. Jika lima tahun lalu jumlah anak usia 0-10 tahun yang menderita diabetes melitus tipe I di bawah 100 anak, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 menunjukkan bahwa jumlah anak yang menderita diabetes melitus tipe I, atau diabetes melitus bawaan, terdapat lebih dari 700 anak.
"Anak-anak jarang kena diabetes melitus tipe II (karena pola hidup) kasus menunjukkan lebih banyak anak kena diabetes melitus Tipe I," tutur Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Endokrin DKI Jaya, Aditya Suryansyah.
Ia menjelaskan bahwa temuan kasus diabetes melitus tipe I pada anak-anak adalah fenomena gunung es. Saat ini, dijelaskannya, meningkatnya kasus itu disebabkan cakupan pemantauan diabetes melitus tipe I pada anak meluas. Banyak dokter anak diberi pelatihan mengenali gejala diabetes melitus tipe I pada anak karena itu temuan kasus yang meningkat. "Sedangkan jumlah dokter endokrin anak di Indonesia baru 33 orang," papar Aditya.
Diabetes melitus tipe I pada anak, jelas Aditya, 90 persen disebabkan faktor genetis atau bakat turunan dari orang tua masing-masing. Anak dapat tumbuh secara normal jika ditangani secara dini. "Jika penanganan dan pengobatan dilakukan secara benar, maka mereka akan tumbuh normal seperti anak lainnya," katanya.
Sumber: koran-jakarta.com