Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama National Institute of Advanced Industrial Science and Technology (AIST) Jepang siap meneliti dan merekayasa obat malaria dan herbal anti diabetes.

Dua institusi yang sama-sama bergerak di bidang perekayasaan teknologi ini telah memulai kerjasama riset ini sejak tahun 2006. Riset pertama yang dilakukan yakni di bidang energi berupa pemanfaatan biomass, energi ramah lingkungan.

Menindaklanjuti kerjasama itu, BPPT dan AIST kembali membuat nota kesepahaman (MoU) lanjutan di sejumlah bidang seperti energi dan lingkungan hidup, life science, geoscience, geoteknologi, nanoteknologi material, manufaktur serta teknologi informasi.

Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar mengatakan, kerjasama perekayasaan yang meluas di berbagai bidang tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas bioteknologi.

Selain akan mematangkan peningkatan perekayasaan mutu genetik karet alam, di bidang kesehatan, kedua negara ini akan mengembangkan obat malaria terbaru dan nanoherbal untuk diabetes yang sumber dayanya berpotensi ditemukan di Indonesia.

"Kita akan mencari obat untuk malaria. Selain itu juga meneliti teknologi nano untuk efikasi obat-obatan herbal dan alami untuk diabetes," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, di sela penandatangan MoU di Jakarta, Kamis (24/2).

Sejauh ini, berbagai tanaman di Indonesia yang berpotensi direkayasa menjadi obat malaria terdiri dari sambiloto, brotowali, mahoni, alang-alang, meniran dan binahong.

Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT Rifatul Widjhati mengungkapkan kina yang diketahui menjadi obat malaria ternyata diketahui mulai menurun khasiatnya.

"Terjadi mutasi bakteri sehingga resisten terhadap obat ini. Saat ini kita terus mengindentifikasi tanaman untuk malaria sebagai penyakit utama yang menyebabkan infeksi," jelasnya.

Jepang yang risetnya luar biasa masif merasa perlu untuk berbagi riset dan Indonesia dengan segala sumber dayanya bisa mengambil manfaat positif dari pengembangan rekayasa yang dilakukan.

Selain obat malaria, perekayasaan herbal melalui nanoteknologi juga akan dikembangkan. Kandungan obat herbal bisa diperbesar meski bentuknya dibuat lebih kecil.

Masih di bidang kesehatan, perekayasaan omega 3 yang bisa mencegah sakit jantung, kanker, alzheimer penyakit syaraf juga dibuat berbahan dasar mikroalga.

Direktur Pusat Teknologi Bio Industrial BPPT Witono Basuki menjelaskan perekayasaan teknologi ini dikenal sebagai Poly Ansaturated Fatty Acid (Pufa) jenis nutrasetikel.

"Pufa ini sejenis asam lemak jenuh ganda, berupa omega 3 asam lemak jenuh ganda yang sifatnya cair dan baik untuk dikonsumsi. Docosohexamoic acid (DHA) merupakan jenis omega 3 yang dianjurkan dan biasanya dicampur makanan bayi," papar Witono.

Jepang dan Amerika Serikat dalam 10 tahun terakhir sudah mengembangkan obat ini yang diambil dari sari minyak ikan bawah laut. Namun ikan bawah laut endemik dan terus berkurang jumlahnya.

Sedangkan di Indonesia kata Witono, mikroalga yang tersimpan di laut Indonesia berpotensi menghasilkan omega 3. Hasil perekayasaan ini nanti akan diformulakan ke dalam bentuk kapsul.


Sumber: suarapembaruan.com