Diabetes melitus akan menderita penyakit ginjal. Namun beberapa faktor berpengaruh terhadap berkembangnya penyakit ginjal, seperti genetik, kontrol gula darah, dan tekanan darah. Semakin rutin pasien mengontrol diabetes dan tekanan darahnya, risiko menderita penyakit ginjal akan makin turun.
Penyakit diabetes kronik memang berkaitan erat dengan beberapa penyakit penyerta lainnya, seperti hipertensi, disfungsi renal, dan dislipidemia. Para penderita diabetes diminta mewaspadai komplikasi kronis akibat penyakit gula ini.
"Di RSCM saja 20-30 persen pasien diabetes tipe 1 atau 2 mengalami nefropati diabetik dan sepertiganya menjalani hemodialisis atau cuci darah," ujar DR Dr Budiman Widjojo, SpPD, ahli penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di sela acara "Diskusi Waspada Komplikasi Kronis Diabetes" di Rumah Sakit Cipto Manungkusumo, beberapa waktu lalu.
Dia juga menjelaskan bahwa ginjal terdiri atas jutaan unit penyaring. Setiap unit penyaring ini juga memiliki membran atau selaput penyaring. Mekanisme diabetes dalam merusak ginjal diawali dengan tingginya kadar gula darah dalam tubuh sehingga bereaksi dalam protein yang mengubah struktur dan fungsi sel. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urine (albuminuria).
Budiman menyebut kondisi ini sebagai nefropati diabetik atau gangguan fungsi ginjal akibat terdapat kebocoran yang memungkinkan protein lolos dan bercampur dengan air seni. Hal ini menyebabkan fungsi penyaringan, pembuangan, dan hormonal ginjal terganggu. Akibatnya, rangsangan pembuatan sel darah merah di sumsum tulang akan menurun sehingga menyebabkan anemia. "Pada kondisi lanjut mengakibatkan gagal ginjal terminal atau kronik," ujarnya.
Budiman mengatakan gejala nefropati diabetik ini baru terasa saat kerusakan ginjal sudah parah. Biasanya penderita akan mengalami bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, serta penurunan berat badan. Gejala komplikasi juga sering tidak khas. Orang awam juga sering tak merasakan adanya gejala ini.
"Deteksi dininya dengan memeriksakan urine, apakah sudah terdapat protein dalam urine," ujar dokter yang berpraktek di RSIA Permata Cibubur ini. Mikroalbuminuria bisa menjadi penanda bahaya gangguan ginjal. Dapat diasosiasikan, jika terjadi perkembangan protein urine sebesar 60-80 persen, dan jika tak terkontrol, dapat menjadi gagal ginjal.
Pemeriksaan albuminuria dilakukan setelah lima tahun pada penderita diabetes tipe 1. Biasanya hal ini mulai timbul. Budiman mengatakan penderita diabetes melitus tipe 1 ini biasanya dialami oleh anak-anak, tapi juga bisa pada orang dewasa.
Menurut dia, pada anak-anak, secara genetik pembuluh darahnya memiliki kelainan dan terganggu sehingga bisa dikatakan sudah menderita hipertensi. Pada orang dewasa, komplikasi biasanya terjadi karena insulin.
Pada diabetes tipe 2, pankreas tetap menghasilkan insulin. Pada awalnya kadarnya lebih tinggi dari kondisi normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan atau resistansi terhadap efeknya sehingga seolah terjadi kekurangan insulin relatif. Mereka juga harus ketat mengontrol gula darahnya agar terhindar dari gangguan ginjal.
Untuk mewaspadai terjadinya ginjal kronik ini, Budiman juga menyarankan pasien agar selalu mengontrol tekanan dan gula darahnya. Mengapa tekanan darah yang berpotensi menjadi hipertensi?
Hipertensi bisa menjadi salah satu tanda untuk penyakit ginjal. Di dalam ginjal terdapat jutaan pembuluh darah yang berfungsi menyaring dan mengeluarkan produk sisa darah. Jika pembuluh darah di ginjal rusak, ada kemungkinan aliran darah berhenti membuang limbah dan cairan ekstra lainnya. Nah, jika cairan ekstra ini meningkat dalam pembuluh darah, bisa meningkatkan tekanan darah.
Mengontrol gula darah juga sangat penting. Menurut Budiman, penelitian menunjukkan, dengan melakukan kontrol ketat terhadap gula darah, akan mengurangi risiko mikroalbuminuria hingga sepertiganya. Penelitian lain bahkan menunjukkan bahwa kontrol yang dilakukan secara ketat dapat menurunkan kadar albuminuria.
Komplikasi lain yang harus diwaspadai dari ginjal ini adalah serangan jantung. Budiman mengatakan protein urine juga bisa memicu serangan jantung.
Saat pasien menjalani puasa, ahli penyakit dalam lain, Dr Imam Subekti, SpPD, KEMD, menganjurkan para penderita diabetes agar melakukan konsultasi terlebih dulu. Terutama bagi penderita diabetes yang sudah memakai terapi insulin. "Untuk menghindari risiko selama puasa, seperti penurunan kadar gula darah secara drastis (hipoglikemi) atau peningkatan drastis (hiperglikemi)," ujar Imam.
Menurut Imam, pengaturan makanan dan terapi insulin juga harus diperhatikan secara ketat. Selain itu, penderita harus mengontrol gula dan tekanan darahnya. Imam juga mengingatkan tentang konsumsi makanan manis pada penderita diabetes saat puasa. "Tetap harus dijaga ketat, jangan sampai salah kaprah," ujarnya.
Sumber: tempointeraktif.com