Reviewer : Dr. Arief Nurrochmad M.Sc, Apt. - Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Selama ini keladi tikus banyak dikenal orang sebagai sebagai umbi talas yang bisa menjadi salah satu bahan untuk makanan. Penggunaan oleh masyarakat, keladi tikus lebih banyak dijadikan bahan untuk obat tradisional. Keladi tikus (Typhonium flagiliforme) selama ini banyak dan dikenal sebagai bahan untuk obat pembasmi kanker payudara. Di sebut keladi tikus karena ukurannya kecil daripada keladi biasa. Terna menahun ini berukuran tinggi 10 sampai 45 centimeter. Bagian tanaman yang mirip binatang tikus adalah mahkota bunganya yang berwarna putih, berbentuk panjang kecil, mirip ekor tikus. Di Malaysia keladi tikus dikenal dengan nama asing “Rodent tuber”. Tanaman ini banyak tumbuh di tempat terbuka pada ketinggian sampai dengan 1.000 meter di atas permukaan laut. Daun tunggalnya muncul dari umbi. Bentuk daunnya bulat dengan ujung meruncing berbentuk jantung. Warnanya hijau segar, berwarna putih mirip seperti ekor tikus. Namun ada beberapa jenis keladi tikus yang mempunyai kelopak bunga berwarna merah yang biasanya dikembangkan untuk tanaman hias.


Umbi keladi tikus ini telah banyak digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit kanker. Secara empiris tanaman ini banyak digunakan untuk mengobati penyakit kanker payudara. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak heksan keladi tikus bersifat sitotoksik terhadap P388 murine leukemia (IC50~15 µg/ml) (Choo et al., 2001). Beberapa fraksi heksan dan diklorometan dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan NCI-H23 kanker paru secara nyata, dengan IC50<15 µg/ml dan ditemukan bahwa fraksi D/F21 merupakan fraksi yang aktif terhadap penghambatan pertumbuhan kanker (Lai et al., 2008). Telah ditemukan 4 senyawa pheophorbide dan fraksi D/F19 umbi keladi tikus yang bersifat antiproliferatif terhadap sel kanker (Lai et al., 2010). Penelitian tentang keladi tikus sebagai anti kanker belum banyak dilakukan, walaupun penggunaannya sebagai antikanker sudah cukup luas terutama di Indonesia dan Malaysia sebagai produk obat tradisional (jamu).


Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengobati kanker adalah dengan pemberian agen kemoterapetik, misalnya doxorubicin, cyclophosphamide dll. Agen kemoterapetik merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas sitotoksik dan bekerja langsung pada sel kanker. Namun penggunaanya secara berkepanjangan dapat melemahkan sistem imunitas tubuh (imunosupresif) sehingga pasien menjadi rentan terhadap penyakit dan infeksi yang lain (Patel et al., 2007; Harris et al., 2006). Karena itu, penggunaan agen imunomodulator sebagai pendamping kemoterapi sering menjadi pilihan suplemen kemoterapi kanker untuk mengurangi efek samping sekaligus mempercepat penyembuhan.


Hasil penelitian di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM oleh Arief Nurrochmad, M.Si, M.Sc., Apt., Ph.D dan koleganya menunjukkan bahwa ekstrak etanolik keladi tikus memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D. Penelitian lanjutan juga dilakukan terhadap efek immunomodulatornya akibat penggunaan obat kemoterapi cyclophosphamide (CPA) pada tikus. Di dalam sistem imunologi limfosit diketahui memiliki kemampuan untuk membedakan benda asing dari jaringannya sendiri, karena memiliki reseptor di permukaan sel, Toll Receptor Cell (TCR). Sedangkan limfosit T (Sel T) berfungsi membantu sel B dalam memproduksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan mengontrol ambang dan kualitas sistem imun. Hasil pemberian ekstrak keladi tikus terbukti meningkatkan kembali tingkat proliferasi limfosit akibat pemberian CPA. Selanjutnya pada penelitian ini juga diteliti efek keladi tikus terhadap aktivitas makrofag. Makrofag merupakan salah satu efektor yang berperanan untuk mengeliminasi parasit melalui mekanisme fagositosis pada sistem imun tak spesifik. Aktivitas makrofag dapat ditingkatkan dengan agen imunostimulansia, baik berupa vaksin maupun senyawa kimia termasuk senyawa dari bahan alam. Pemberian keladi tikus, terbukti secara bermakna meningkatkan jumlah dan aktivitas makrofag dalam memfagositosis lateks. Kami juga meneliti efek imunomodulator keladi tikus terhadap profil CD8. Terbukti keladi tikus juga secara bermakna mampu meningkatkan kembali persen CD8 relatif pada tikus-terinduksi CPA. Hasil penelitian pada sitokin menunjukkan bahwa pemberian CPA juga menekan secara signifikan terhadap level TNF-α dan IL-1α dan tidak untuk IL-10.

 

Secara keseluruhan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa efek imunosupresan yang diinduksi oleg CPA dapat secara efektif dikurangi dengan pemberian keladi tikus. Efek immunomodulator ini, paling tidak melalui mekanisme rekutment sel T dan sitokin atau meningkatkan aktivitasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak KT memiliki efek imunomodulator terhadap CPA yang sekaligus dapat mengurangi efek samping kemoterapi sehingga dapat digunakan sebagai agen pendamping kemoterapi pada pendeita kanker.


Daftar Pustaka
Choo CY, Chan KL, Sam TW, Hitotsuyanagi Y, and Takeya K, 2001, The cytotoxicity and chemical constituents of the hexane fraction of Typonium flagelliforme (Araceae). J Ethnopharmacol 77: 129-131.


Lai CS, Mas RH, Nair NK, Majid MI, Mansor SM, and Navaratnam V, 2008, Typonium flagelliforme inhibits cancer cell growth in vitro and induced apoptosis: an evaluation by the bioactivity guided approach. J. Ethnopharmacol. 118: 14-20.


Lai CS, Mas RH, Nair NK, Mansor SM, and Navaratnam V, 2010, Chemical constituents and in vitro anti cancer activity of Thyponium flagelliformae (Araceae). J Ethnopharmacol 127: 486-494.


Nurrochmad A, Lukitaningsih E, and Meiyanto E, 2011, Anti cancer activity of rodent tuber (Thyphonium flagelliforme (lodd.) Blume on human breast cancer T47D cells. Int J Phytomedicine 3: 138-146.


Patel D, Shukla S, and Gupta, 2007, Apigenin and Cancer Chemoprevention: Progress, Potensial, Promise (Review). Int J Oncol 30:233-245.

 

Sumber: farmasi.ugm.ac.id