Vaksin Kanker ServiksSalah satu bagian dalam program imunisasi nasional yang dicanangkan pemerintah pusat adalah dengan memberikan imunisasi HPV (Human papilloma virus) sebagai anti kanker serviks. Namun beredarnya informasi yang salah telah menimbulkan kontroversi.
BBC menurunkan beberapa fakta di seputar vaksin tersebut.
Vaksin HPV baik diberikan ke anak

Dr Elizabeth Jane Supardi -Direktur Surveillance dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan- mengatakan usia paling optimal untuk melakukan imunisasi kanker serviks adalah antara sembilan hingga 13 tahun. Oleh karena itu mengapa pemerintah Indonesia mewajibkan imunisasi diberikan kepada murid kelas 5 dan 6 SD.

"Imunisasi HPV mampu mencegah kanker serviks 100%. Syaratnya dilakukan dua kali kepada perempuan yang naif (belum berhubungan seks). Kita perkirakan anak SD kelas lima dan enam belum berhubungan seks", kata dr. Jane.

Program imunisasi di DKI Jakarta, menurut dr. Jane, baru dimulai dua bulan yang lalu di semua sekolah dasar.

Sejumlah pendapat yang beredar di media sosial mempertanyakan mengapa vaksin HPV tidak diberikan justru ke perempuan yang sudah aktif berhubungan seksual. Namun, dr. Jane mengaskan hal tersebut tidak tepat karena di kalangan perempuan yang sudah berhubungan seksual, potensi terjangkit virus HPV justru lebih besar.

"Kalau diberikan ke seseorang yang lebih tua, efektivitas semakin turun karena kemungkinan melakukan hubungan seks semakin tinggi. Gak mau dong beli vaksin mahal-mahal terus tidak efektif."

Amerika Serikat merekomendasikan vaksinasi HPV diberikan kepada anak praremaja berusia 11 hingga 12 tahun, sedang di Inggris diberikan ke anak perempuan usia 12 hingga 13 tahun. Mayoritas negara-negara Eropa Barat merekomendasikan vaksin diberikan kepada anak usia 12 tahun.
Vaksin HPV tidak menyebabkan menopause dini

Berita di media sosial juga mengatakan bahwa vaksin HPV yang diberikan kepada anak dapat menyebabkan menopause dini juga, yang dibantah dengan tegas oleh Jane.

"Ribut-ribut di sosial media vaksin HPV dapat menyebabkan primary ovarian failure (menopause dini). Ini di seluruh dunia tidak ada buktinya", kata dr. Jane.

"Menopause dini adalah apabila (kasus terjadi pada wanita) di bawah 40 tahun. Data di dunia tidak ada buktinya bahwa yang mengalami menopause dini karena imuniasasi HPV."

"Yang ada, di negara-negara yang sudah menggunakan selama 14 tahun dengan data yang dikumpulkan selama 14 tahun tidak ada (menopause dini) karena HPV", jelas dr. Jane.
Program imunisasi HPV diprakarsai pemerintah pusat

Program imunisasi HPV untuk anak SD ini diprakarsai pemerintah pusat, dimulai di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Kedua kota ini dianggap yang paling siap sehingga apabila berhasi maka program imunisasi dapat diusulkan ke DPR agar dapat menjadi program nasional.

"Kalau membeli vaksin semahal ini harus sesuai persetujuan DPR. Persetujuan DPR diperoleh kalau sudah punya bukti ilmiah bahwa vaksin ini efektif dan cost effective, itu sudah ada."

"Tapi kalau mampu diintroduksi ke program imunisasi nasional yang sudah padat, kita harus buktikan. Kalau membuktikan, tidak bisa banyak-banyak. Harus di daerah yang siap dulu. Daerah yang performance-nya , DKI dan Jogja. Kita limpahkan dulu ke DKI dan Yogyakarta dulu."

Beritayang salah yang beredar di media sosial menyebtukan program diinisiasi oleh Pemerintah DKI di bawah Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Namun dr. Jane menjelaskan beberapa kabupaten di Bali sejak dua hingga tiga tahun yang lalu sudah menggunakan APBD untuk vaksinasi HPV gratis dan demikian juga Surabaya yang menggunakan dana APBD.
Dana vaksin HPV dari APBN dan hibah GAVI

Jane menjelaskan bahwa harga vaksin HPV sangat mahal, sekitar Rp700.000 per dosis namun jauh lebih kecil di bawah biaya perawatan kanker serviks di rumah sakit, jadi tergolong cost-effective.

"Vaksin ini mampu dan cukup cost-effective."

Untuk program uji coba di DKI Jakarta dan Yogyakarta, pemerintah pusat bekerja sama dengan GAVI (Global Alliances fro Vaccine and Immunization), yang akan menghibahkan vaksin HPV untuk di Jogjakarta.

GAVI adalah kemitraan yang berkomitmen mendistribusikan penggunaan vaksin untuk meningkatkan kesehatan anak di negara-negara berkembang dalam bentuk hibah. Organisasi ini didanai oleh Yayasan Bill & Melinda Gates, sejumlah negara Eropa Barat serta beberapa organisasi amal lainnya.

"Yang DKI Jakarta pakai APBN, karena syarat dari GAVI harus ada dana pendamping. DKI mulai dengan APBN, seterusnya akan APBN."

"Yogya mulai dengan GAVI, selanjutnya APBN. Nanti semua APBN. GAVI hanya mau bantu di awal saja, masih ada vaksin baru yang lain yang kita belum mulai, untuk pneumonia dan diare", kata Jane kepada wartawan BBC Indonesia, Mehulika Sitepu.

Karena harga vaksin yang mahal, menurut Jane, maka fokus Kemenkes adalah memastikan agar vaksin-vaksin gratis tersebut tidak disalahgunakan.

"Kita takut sebenarnya itu vaksin dicuri karena vaksin mahal, banyak yang mau."

"Kita harus membuktikan bisa melaksanakan dengan aman. Sasarannya tidak dicuri dulu, baru GAVI bisa memberikan tambahan lagi", jelas Jane.

Berita di sosial media juga menyebutkan bahwa vaksin ini tidak laku di AS dan Inggris karena mahal. Padahal di negara-negara Eropa Barat, vaksinasi HPV dibiayai oleh badan atau kementerian kesehatan negara . Dan sama dengan di Indonesia, Australia dan Kanada juga menyediakan vaksinasi HPV di sekolah.

Negara-negara berkembang di Afrika seperti Ghana, Kenya, Madagaskar, Malawi, Sierra Leone, serta negara-negara di Asia Tenggara seperti Laos dan Indonesia mendapat bantuan dari GAVI untuk vaksinasi HPV.
Vaksinasi HPV dapat menurunkan kematian akibat kanker serviks

Menurut Jane, pencegahan kanker serviks juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan pap smear secara berkala.

"Tetapi itu kan pencegahan yang sifatnya lebih ke belakang. Ini (vaksinasi anak) kan lebih dini, sebelum orang berhubungan seks. (Jika berhubungan seks) infeksinya sudah masuk duluan", kata dr. Jane.

Wakil CEO GAVI, Anuradha Gupta, menjelaskan bahwa jumlah kanker serviks di negara-negara berkembang semakin tinggi sehingga vaksinasi penting untuk mencegah kematian akibat kanker serviks.

"Jumlah kematian sangat tinggi, khususnya di negara-negara berkembang karena fasilitas pemeriksaan sangat lemah", kata Anuradha.

"Kebanyakan kanker serviks dideteksi terlambat. Sangat bijak jika kita berinvestasi di tindakan pencegahan."

"Vaksin HPV terbukti mencegah dan paling manjur, bahkan dalam portfolio GAVI menjadi salah satu vaksin yang paling berdampak. Kami telah menjalankan vaksinasi HPV di lebih dari 23 negara dan biasanya tingkat penerimaannya sangat tinggi."

"Dulu banyak wanita yang meninggal akibat komplikasi saat melahirkan. Saat ini, kematian akibat kanker serviks melampaui komplikasi saat melahirkan."


Sumber: www.bbc.com