Tidak terkecuali sebagai lumbung padi Jawa Barat, Pasar Induk beras Karawang pun ternyata dibanjiri beras impor asal Thailand.
Beras Thaland ini memasuki Pasar Induk beras Karawang sejak 2 bulan lalu. Hal itu pun menimbulkan persaingan tidak sehat di antara para bandar beras di pasar induk tersebut.
Selain itu, masuknya beras impor ke Karawang juga menimbulkan keluhan di kalangan petani karena berdampak terhadap harga gabah di tingkat petani.
"Sudah tidak sehatk. Bagaimana pun, ini berpengaruh terhadap harga beras lokal. Sebagai lumbung padi, Karawang kok dijejali beras impor. Bukan hanya pedagang, petani pasti terkena imbasnya. Harga gabah di tingkat petani dipastkan anjlok," kata sejumlah bandar beras di Pasar Induk Johar, Karawang, Selasa (22/11).
Mereka kecewa karena pihak terkait seakan tutup mata.
Aji, 56, pemilik toko JB, salah satu bandar beras di Pasar Induk Johar Karawang, yang belakangan disoroti karena menjual beras impor, kepada Media Indonesia mengakui menjual beras impor asal Thailand. Dan itu, kata dia, karena adanya penawaran harga lebih murah.
Menurutnya, di tengah harga beras lokal yang melambung, ada tawaran beras murah. Karena tertarik, dia bersama beberapa pedagang lainnnya langsung beli. Dengan harga beli Rp6.700 per kg, kemudian menjualnya seharga Rp6.750 per kg.
"Sejauh ini aman-aman saja, tidak ada yang usil. Konsumen banyak yang beli. Mungkin karena harga beras lokal sekarang tinggi, akhirnya banyak cari beras impor," kata Aji.
Dia menambahkan, ketertarikannya menjual beras impor lantaran harga beras lokal yang cendrung terus meninggi. Jika pada dua minggu lalu harga beras lokal masih berkisar Rp7.100 per kg, Selasa (22/11) ini sudah mencapai Rp7.400 per kg.
"Masuknya beras impor sudah sejak 2 bulan lalu, mencapai ratusan ton," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Perum Bulog Sub Devre Karawang Wahyudianto ketika dikonfirmasi juga tidak mengelak masuknya beras impor ke Karawang. Dan itu, kata dia, sebagai salah satu kebijakan pusat untuk pelayanan publik.
Dikatakan, secara nasional, stok pangan berkurang. Padahal, pemerintah harus tetap menyalurkan beras raskin. Karena stok semakin menepis, kebutuhan raskin terpaksa menggunakan beras impor.
"Untuk Raskin 2 kabupaten saja ( Karawang, Bekasi), diperlukan 5000 ton per bulan. Dengan kondisi stok saat ini, sangat kesulitan. Tidak ada jalan lain, selain menggunakan beras impor," tegas Wahyudianto.
Dia tidak menjelaskan mengapa beras impor itu juga beredar di pasar.
Sumber: mediaindonesia.com