7. Hama dan Penyakit

7.1. Hama

Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:

1) Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.

2) Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.

3) Kumbang.

7.2. Penyakit

1) Penyakit layu bakeri

Gejala:

Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.

Pengendalian:

·   jaminan kesehatan bibit jahe;

·   karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;

·   pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;

·   pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)

2) Penyakit busuk rimpang

Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.

Gejala :

Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.

Pengendalian:

  • penggunaan bibit yang sehat;
  • penerapan pola tanam yang baik;
  • penggunaan fungisida.

3) Penyakit bercak daun

Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.

Gejala:

Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.

Pengendalian :

baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

7.3. Gulma

Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama

Terpadu) yang komponennya adalah sbb:

1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman.

2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.

3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.

5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.

6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:

1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.

2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.

3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.

4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.

5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.

6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

 

8. Panen

8.1. Ciri dan Umur Panen

Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.

8.2. Cara Panen

Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.

8.3. Periode Panen

Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.

 

9. Pasca Panen

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

9.2. Perajangan

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan

9.4. Penyortiran Kering.

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

9.5. Pengemasan

Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

 

10.Analisis Ekonomi Budidaya Tanaman

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani

pada tahun 1999 di daerah Bogor.

1) Biaya produksi

a Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,- = Rp. 3.400.000,-

b. Pupuk

- Pupuk buatan:

Urea 165 kg @ Rp. 1.100, = Rp. 181.500,-

TSP 160 kg @ Rp. 1800,- = Rp. 288.000,-

KCl 160 kg @ Rp. 1.600,- = Rp. 256.000,-

- Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,- = Rp. 750.000,-

c. Obat 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-

d. Alat Rp. 180.000,

e. Bahan (mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,- Rp. 3.000.000,-

f. Tenaga kerja 200 OH Rp. 2.000.000,-

g. Biaya Lain-lain Rp. 1.000.000,-

Jumlah biaya produksi Rp. 11.355.500,-

2) Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp. 15.000.000,-

3) Keuntungan usaha tani Rp. 3.644.500,-

4) Parameter kelayakan usaha

a. B/C rasio = 1,321

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya dapat dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.

 

11.Standar Produksi

11.1. Ruang Lingkup

Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi

Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI– 01–3179–1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.

1) Syarat umum

a. Kesegaran jahe: segar

b. Rimpang bertunas: tidak ada

c. Kenampakan irisan melintang: cerah

c. Bentuk rimpang: utuh

d. Serangga hidup: bebas

2) Syarat Khusus

a. Ukuran berat:

·   mutu I > 250 gram/rimpang;

·   mutu II 150-249 gram/rimpang;

·   mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa <10%.

b. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang):

·   mutu I=0 %;

·   mutu II=0 %;

·   mutu III<10 %.

c. Benda asing:

·   mutu I=0 %;

·   mutu II=0 %;

·   mutu III<3 %

d. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang):

·   mutu I=0%;

·   mutu II=0%;

·   mutu III <10%

Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:

1) Penentuan benda-benda asing

Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100–200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang diuji.

2) Penentuan kadar serat

Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 + 1 derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit. Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.

Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 + 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan krus Gooch tersebut pada 600 + 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.

3) Penentuan kadar minyak

a. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35–40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.

b. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.

c. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.

   Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.

11.4. Pengambilan Contoh

1) Pengambilan contoh

Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.

a. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.

b. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil adalah 7

c. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil adalah 9

d. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil adalah 10

e. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15.

Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.

2) Petugas pengambil contoh

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:

·   Produk asal Indonesia

·   Nama/kode perusahaan/eksportir

·   Nama barang

·   Negara tujuan

·   Berat kotor

·   Berat bersih

·   Nama pembeli

 

 

12.Daftar Pustaka

1)   Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.

2)   Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.

3)   Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999

4)   ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999

5)   ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999

6)   Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999

7)   Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995

8)   Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994

9)   Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999

10) Paimin F.B., Murhananto, Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1998.

 

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340

Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id